Kami menggunakan cookies untuk membuat pengalaman Anda lebih baik. Untuk mematuhi petunjuk e-Pribadi yang baru, kami perlu meminta persetujuan Anda untuk menyetel cookies. Pelajari lebih lanjut .
Peningkatan produktivitas irigasi merupakan salah satu cara dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini tentunya harus didukung dengan pasokan air irigasi yang cukup dan tidak terputus. Ribuan bendung yang tersebar di seluruh Indonesia berkontribusi untuk menyuplai air untuk jaringan irigasi seluas lebih dari 7,3 juta hektar. Oleh karena itu, sistem operasional dan pengelolaan irigasi menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan. Lihat Gambar 1 untuk ilustrasi daerah irigasi.
Terdapat tiga komponen penting dalam sistem jaringan teknis irigasi yaitu Bendung, Kantung Lumpur (sandtrap), dan Saluran Irigasi. Berbeda dengan dua komponen lainnya, Kantung Lumpur seringkali dipandang sebelah mata. Padahal bangunan ini memegang peranan penting dalam sistem irigasi. Bangunan Kantong Lumpur merupakan bangunan pelengkap atau bagian kecil dari bangunan utama bendung yang berfungsi untuk menyaring material sedimen sehingga pasokan air irigasi dapat tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang baik.
Gambar 1. Daerah Irigasi Colo beserta saluran tersier irigasi di Provinsi Jawa Tengah
Dalam perkembangannya, sering kita lihat di lapangan bahwa bangunan Kantung Lumpur tersebut terdiri dari pintu inlet, kolam tampungan, pintu outlet ke sungai dan pintu outlet ke saluran irigasi. Dengan sistem ini, proses penyaringan sedimen biasanya hanya dilakukan satu kali, dimana air dari sungai masuk melalui inlet, ditampung di saluran kolam penampungan untuk diendapkan sedimennya dan airnya dialirkan ke saluran irigasi melalui pintu outlet ke saluran irigasi, kemudian akumulasi sedimen pengendapan dibilas secara hidrolis dengan membuka pintu outlet kembali ke sungai asli. Melihat kondisi di lapangan, ternyata sistem konvensional memiliki beberapa kelemahan antara lain:
1. Kurang efektifnya penyaringan sedimen pada sungai-sungai dengan laju angkutan sedimen yang tinggi. Untuk sungai dengan laju angkutan sedimen normal, satu kali penyaringan sudah cukup. Namun, untuk sungai dengan laju sedimentasi tinggi seringkali belum efektif. Hal tersebut menyebabkan aliran sungai yang disadap oleh bangunan pengambilan (intake) bendung masih membawa sedimen sungai yang dapat berdampak buruk secara kualitas dan kuantitas.
2. Dalam kondisi yang ekstrim, Kantung Lumpur yang tidak didesain dengan baik dapat membuat proses penyaringan sedimen tidak efektif dimana proses pengendapan dan proses pengurasan menjadi tidak sempurna. Hal ini membuat proses pengurasan sedimen harus dibantu oleh tenaga manual atau dibantu dengan alat berat. Sejatinya, sedimen yang terendapkan di saluran Kantung Lumpur dapat dibilas secara hidrolis dengan periodik tertentu dengan mengatur bukaan sistem pintu air yang ada. Lihat Gambar 2 untuk ilustrasi.
3. Terjadi konflik kepentingan dan ketidaksinambungan suplai air irigasi karena pintu air irigasi harus ditutup sementara saat proses pemeliharaan Kantung Lumpur berlangsung. Dengan sistem Kantung Lumpur konvensional, pintu air yang menuju saluran irigasi harus ditutup sementara karena ada proses pembilasan sedimen.Tentu harapan dari masyarakat khususnya yang bermata pencaharian sebagai petani menginginkan suplai air irigasi bisa menerus dan tanpa terganggu.
Gambar 2. Pengerukan akumulasi sedimen di saluran Kantung Lumpur secara manual (sumber: DPU Kota Malang, 2021)
Untuk menjawab permasalahan tersebut, inovasi telah dilakukan dengan melakukan modifikasi dan rekayasa teknik pada bangunan Kantung Lumpur yang ada, yaitu teknologi Kantung Lumpur tipe PUSAIR yang dikembangkan oleh peneliti bangunan air di Balai Hidrolika dan Geoteknik Keairan PUSAIR, Kementerian PUPR. Teknologi ini sudah juga sudah terdaftar paten di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM pada tahun 2019.
Kantung Lumpur tersebut didesain menggunakan sistem kompartemen dengan kombinasi open channel dan under sluice untuk mendukung dua kali sistem penyaringan material sedimen kasar dan halus yang akan alirkan ke sungai aslinya maupun ke saluran irigasi primer. Ilustrasi desain dapat dilihat pada Gambar 3.
Desain Kantong Lumpur tipe PUSAIR telah diuji coba melalui pemodelan fisik dan numerik di Laboratorium Hidrolika BHGK untuk mendapatkan parameter hidrolik dan geoteknik yang paling optimal. Simulasi pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3. Desain Kantung Lumpur tipe PUSAIR (sumber: Zulfan, J. 2019)
Gambar 4. Pengujian model fisik dan numerik di Laboratorium (sumber: Zulfan, J., 2019)
Inovasi Bangunan Kantung Lumpur ini menawarkan berbagai manfaat dibandingkan tipe konvensional, antara lain:
1. Memiliki dua kali sistem penyaringan yang dapat menyaring material sedimen bergradasi kasar sampai halus.
2. Memudahkan aktivitas operasional dan pemeliharaan saluran dikarenakan antar saluran memiliki jalurnya masing-masing. Sehingga aktivitas pengendapan dan pengurasan dapat dilakukan secara bersamaan (paralel) antar masing-masing saluran.
3. Sistem kompartemen dan undersluice dapat memisahkan aliran saluran secara sempurna sehingga proses pengendapan dan pengurasan dapat dilakukan secara sempurna karena kecepatan aliran lebih mudah diatur.
Desain Kantung Lumpur tipe PUSAIR ini telah diaplikasikan pada bendung-bendung yang dibangun di Indonesia, salah satunya adalah pada sistem Bendung Gumbasa di kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah yang saat ini berfungsi untuk melayani penyediaan suplai air untuk daerah irigasi seluas 8.180 ha. Lihat Gambar 5 untuk ilustrasi.
Gambar 5. Penerapan Lapangan Bangunan Kantung Lumpur tipe PUSAIR (Sumber: BHGK, 2022)
Dengan adanya penerapan desain Kantung Lumpur yang baru, sistem kerja operasional dan pemeliharaan di lapangan menjadi lebih mudah dan pasokan suplai air irigasi dapat terus terjaga dengan kuantitas dan kualitas yang baik untuk meningkatkan ketahanan pangan di negeri kita tercinta.
James Zulfan adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Kementerian PUPR yang mendalami teknologi bangunan air. James saat ini sedang menempuh program doktoral di The University of New South Wales (UNSW Sydney) Australia, di bidang sustainable hydraulic structure and energy transition. Selain itu, James juga aktif dalam seminar dan publikasi ilmiah serta sebagai dosen tamu bidang bangunan air pada beberapa universitas di Indonesia. Sebelumnya, James menyelesaikan pendidikan S1 bidang Teknik Sipil di Institut Teknologi Bandung, dan S2 bidang Hydraulic Engineering di IHE Delft Belanda.
Berikan komentarmu dan atau saran untuk meningkatkan kualitas artikel ini di kolom komentar! Anda juga dapat membagikan artikel ini kepada teman-teman atau kerabat yang sedang mencari informasi terkait melalui link sharing pada judul artikel.