Kami menggunakan cookies untuk membuat pengalaman Anda lebih baik. Untuk mematuhi petunjuk e-Pribadi yang baru, kami perlu meminta persetujuan Anda untuk menyetel cookies. Pelajari lebih lanjut .
Expandable House (Rumah Tambah dalam Bahasa Indonesia) dapat menawarkan berbagai manfaat. Salah satu manfaat utamanya adalah hunian yang terjangkau dan berkelanjutan untuk merespon tantangan dari populasi di kota-kota di Asia yang berkembang pesat.
Salah satu contoh aplikasi adalah di Kota Batam di Kepulauan Riau, Indonesia. Kota Batam berkembang pesat menjadi salah satu kota yang dihuni oleh lebih dari satu juta penduduk setelah ditetapkan sebagai kota industri. Para migran, terutama anak muda, dari seluruh Indonesia pindah ke Batam untuk mencari peruntungan dalam sektor industri, perdagangan dan jasa. Pada tahun 2015, Batam dinobatkan sebagai kota dengan pertumbuhan tercepat di dunia yang mengakibatkan permasalahan perencanaan dan perancangan kota, termasuk diantaranya:
1. Bagaimana mengakomodasi para migran?
2. Bagaimana menyediakan perumahan yang memadai yang didukung oleh sistem air, energi, pembuangan limbah, dan pertanian perkotaan yang tepat?
3. Bagaimana menyediakan perumahan yang terjangkau sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan tiap keluarga?
Expandable House didesain guna menjawab tantangan penyediaan perumahan di Asia dengan segala karakteristik ekonomi, sosial, dan budaya. Desain bangunan dikonfigurasi secara fleksibel terhadap pola konsumsi dan pengeluaran (disebut sebagai metabolisme). Dengan variasi metabolisme, rumah ini dapat menjadi unit hunian sekaligus tempat bekerja yang dapat mengelolah limbah, air dan energinya sendiri secara lokal. Sehingga, hunian dapat berfungsi sekaligus sebagai tempat bekerja dan dapat dibangun secara bertahap sesuai dengan peningkatan pendapatan, penambahan anggota keluarga, peningkatan kebutuhan ruang dan konsekuensinya berupa (1) pengeluaran akibat konsumsi air bersih, energi, dan makanan, serta (2) produksi sampah dan air kotor.
Gambar 1. Prinsip mixed use tropical town (sumber: Urban-Rural Systems, Future Cities Laboratory)
Pertumbuhan populasi perkotaan menyebabkan perluasan area perkotaan yang cepat. Dan fenomena ini dapat ditemukan di berbagai negara. Di Asia Tenggara, migran pindah ke pinggiran kota inti yang mengakibatkan perubahan tata guna lahan di pinggiran kota terus di sekitar kota inti. Sebagai contoh, Jakarta, Bangkok, Manila, Kuala Lumpur dan Ho chi Minh City. Penyediaan perumahan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan hunian, pengembangan infrastruktur (air, energi, limbah) yang efisien dan penggunaan sumber daya berkelanjutan adalah tantangan perencanaan di daerah yang mengalami urbanisasi yang cepat.
Gambar 2. Ilustrasi Agropolitan Settlement (Tropical Town) (sumber: Urban-Rural Systems, Future Cities Laboratory)
Expandable House dirancang untuk dibangun secara bertahap berdasarkan lima prinsip, yakni:
Expandable House dibangun secara bertahap dimulai dari satu lantai (luas 35 m²). Bangunan dapat bertambah menjadi tiga lantai (dengan estimasi 108 m²) yang dapat dilaksanakan sesuai kebutuhan (contoh: ketika kondisi ekonomi rumah tangga membaik atau jumlah anggota keluarga bertambah). Lihat Gambar 3 sebagai ilustrasi.
Atap dapat dinaikkan dengan menggunakan pengungkit yang diletakkan pada penyangga atap dan dioperasikan oleh satu operator. Expandable House terdiri atas lantai dan pondasi (sebagai lembaran roti sandwich) yang dapat menopang tiga lantai (sebagai isi sandwich). Prinsip didasarkan atas pembiayaan yang fleksibel, dimana pengembang dapat focus pada penyediaan komponen dasar, yakni pondasi dan atap. Sedangkan, penghuni menyediakan isi sandwich sesuai kebutuhan dan anggaran yang dimiliki masing-masing rumah tangga. Isi sandwich dapat mengakomodasikan variasi fungsi-fungsi yang menghasilkan pendapatan rumah tangga, seperti warung kopi, toko kelontong, tempat makan, industry rumahan, bersamaan dengan fungsi hunian.
Gambar 3. Pembangunan Bertahap Expandable House (sumber: Urban-Rural Systems, Future Cities Laboratory)
Expandable House mendorong pemadatan domestik (domestic density) pada dimensi vertikal untuk mendukung manfaat dari fungsi campuran hunian dan tempat kerja untuk menghasilkan pendapatan. Hal ini juga bertujuan untuk mengurangi footprint pada lahan yang subur dan permintaan infrastruktur (jalan, jaringan listrik dan air minum) yang mahal. Lihat Gambar 4 sebagai ilustrasi.
Gambar 4. Mobile kitchen didesain sebagai dapur hunian sekaligus gerobak untuk UMKM (sumber: Urban-Rural Systems, Future Cities Laboratory)
Rumah Tumbuh mengedepankan prinsip Decentralised Systems yang mencakup penggunaan teknologi panen air hujan, pembangkit listrik tenaga surya, sistem pembuangan limbah dan septic tank, serta prinsip passive cooling guna penyediaan infrastruktur yang efektif dari sisi biaya dan pemeliharaan. Lihat Gambar 5 sebagai ilustrasi.
Gambar 5. Decentralised system di skala rumah dan lingkungan untuk energi, air dan sanitasi (sumber: Urban-Rural Systems, Future Cities Laboratory)
Expandable House menggunakan prinsip Productive Landscapes dengan mengakomodasi fasilitas produksi makanan dan penggunaan bahan bangunan secara lokal dan mengintegrasikan penanaman bambu dan kebun yang dapat dimanfaatkan oleh beberapa unit rumah. Hal ini bertujuan untuk mendiversifikasikan basis sumber daya rumah sekaligus mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan pangan, seperti sayur dan ikan. Lihat Gambar 6 dan Gambar 7 sebagai ilustrasi.
Gambar 6. Produksi makanan dan material bangunan (bambu) yang terintegrasi (sumber: Urban-Rural Systems, Future Cities Laboratory)
Gambar 7. Kebun Susun (Bunsun) memproduksi makanan (sayur dan ikan) untuk mengurangi pengeluaran biaya makanan rumah tangga hingga 35% dari total pengeluaran kebutuhan makanan (sumber: Urban-Rural Systems, Future Cities Laboratory)
Expandable House mengadopsi prinsip seed package (paket benih) yang mengakomodasi penggunaan teknologi, strategi material lokal (seperti kayu Meranti dan Bangkerai yang bersumber dari hutan legal yang berkelanjutan, fiberglass dan bata ringan dari pemasok lokal) dan pedoman perencanaan hunian yang dapat tumbuh dengan cara berbeda tergantung dari kondisi sosial, budaya dan lingkungan setempat sehingga berbagai agropolitan settlement dapat tumbuh dari pake benih standar ini. Lihat Gambar 8 dan Gambar 9 sebagai ilustrasi.
Gambar 8. Ilustrasi Seed package terdiri dari teknologi, strategi sumber daya (bahan bangunan dan makanan) dan pedoman desain yang dapat dikembangkan sesuai kondisi sosial, budaya dan lingkungan setempat (sumber: Urban-Rural Systems, Future Cities Laboratory)
Gambar 9. Komposit bambu dan bambu (kiri) dan rammed earth berasal dari tanah dan pasir (kanan) sebagai bahan material alternatif untuk dinding bangunan (sumber: Urban-Rural Systems, Future Cities Laboratory)
Expandable House terdiri dari tiga fase. Fase pertama melibatkan desain dan eksperimen di Future Cities Laboratory (FCL) pada 2015-2017. Fase kedua dimulai pada tahun 2017 dengan pembangunan proyek percontohan di Kampung Batu Besar di Batam, Indonesia. Fase ketiga adalah melakukan studi pasca-penghunian dengan komunitas penduduk.
Proyek percontohan Expandable House dibangun di Kampung Melayu Batu Besar, Batam, Propinsi Riau oleh tim FCL yang didukung penuh oleh komunitas masyarakat setempat dan pemerintah kota Batam. Proyek percontohan ini didukung oleh Alternative Construction Materials group (di bawah FCL) untuk pengembangan komposit bambu, Mycotech dari Bandung untuk material bangunan alternatif dari mycelium. Proyek percontohan Expandable House di Batam menjadi pemenang the Living Space di Asia pasifik oleh INDE Awards pada tahun 2020 dan menjadi 20 proyek terpilih dari 16 negara pada tahun 2022.
Dr Miya Irawati adalah koordinator proyek untuk Expandable House dan Agropolitan Settlement (Tropical Town) di Future Cities Laboratory pada tahun 2016-2020, dengan fokus kegiatan pada penelitian, desain dan konstruksi percontohan Expandable House di Batam. Tim proyek Expendable House terdiri atas Prof. Stephen Cairns, Azwan Aziz, Dio Guna Putra, dan Sumiadi. Miya saat ini menjadi dosen tidak tetap di Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia. Selain itu, Miya juga aktif sebagai dosen tamu dan reviewer perancangan arsitektur di berbagai negara. Miya juga menjadi kolaborator dalam beberapa penelitian dengan National Technology University (Singapura), University of Sheffield (Inggris), dan Future Cities Laboratory (Singapura).
Berikan komentarmu dan atau saran untuk meningkatkan kualitas artikel ini di kolom komentar! Anda juga dapat membagikan artikel ini kepada teman-teman atau kerabat yang sedang mencari informasi terkait melalui link sharing pada judul artikel.