Kami menggunakan cookies untuk membuat pengalaman Anda lebih baik. Untuk mematuhi petunjuk e-Pribadi yang baru, kami perlu meminta persetujuan Anda untuk menyetel cookies. Pelajari lebih lanjut .
Dalam industri konstruksi, penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan dan efisien menjadi semakin penting. Salah satu solusi yang sering digunakan adalah pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (biasa disingkat FABA), yaitu dua produk sampingan dari pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap. Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) memiliki sejumlah manfaat yang signifikan dalam konstruksi bangunan, serta berkontribusi terhadap upaya perlindungan lingkungan. Artikel ini akan membahas manfaat, proses produksi, serta contoh aplikasi dari Fly Ash dan Bottom Ash dalam konstruksi bangunan.
Gambar 1. PLTU menghasilkan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) (sumber: Trianto, 2022)
Fly Ash dan Bottom Ash dihasilkan sebagai hasil dari pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap. Proses ini melibatkan pembakaran batu bara untuk menghasilkan uap air yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin. Setelah proses pembakaran, sisa-sisa abu dan partikel yang tidak terbakar dikenal sebagai Fly Ash (Abu Terbang), sedangkan Bottom Ash (Abu Dasar) adalah residu yang jatuh ke dasar tungku pembakaran (sumber: Hanafie, 2023).
Data hasil uji karakteristik terhadap FABA PLTU pada tahun 2020 oleh Kementerian LHK menunjukkan bahwa FABA PLTU masih berada di bawah standar karakteristik yang dianggap berbahaya dan beracun. Temuan dari uji karakteristik menyatakan bahwa FABA PLTU memiliki resistensi terhadap pembakaran dan ledakan, dengan pengujian dilakukan pada suhu di atas 140 derajat Fahrenheit (Kementerian ESDM, 2021).
Hasil karakterisasi dari FABA PLTU juga menegaskan ketidakadaan reaktivitas terhadap Sianida dan Sulfida, serta tidak terdapat sifat korosif pada FABA PLTU. Oleh karena itu, berdasarkan hasil uji karakteristik, limbah FABA dari PLTU tidak memenuhi kriteria karakteristik sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2021), (Meilanova, 2021).
Berdasarkan SNI 7064:2014 tentang Semen Portland Komposit, FABA dapat dipergunakan dengan konten maksimal 35% dalam pembuatan semen portland komposit (portland composite cement). Adapun Semen Portland Komposit merupakan jenis semen yang lebih ramah lingkungan karena menggunakan klinker yang lebih sedikit serta menggunakan limbah berupa FABA yang bersumber dari pembangkit listrik sendiri maupun membeli dari sumber di luar pabrik.
Beberapa manfaat FABA dalam konstruksi bangunan, diantaranya:
Beberapa contoh aplikasi penggunaan Fly Ash dan Bottom Ash diantaranya untuk bangunan permukiman, infrastruktur jalan, reklamasi, dan pondasi.
Dikutip dari publikasi, PT Indonesia Power telah manfaatkan FABA untuk pengecoran jalan sepanjang 330 meter. Pemanfaatkan FABA tersebut sebanyak 910 ton dan sudah dilakukan uji kuat tekan dengan hasil setara dengan beton K225. FABA di PLTU Adipala juga dimanfaatkan untuk stabilisasi lahan milik TNI sebanyak 28,2 ribu ton, pembangunan rumah singgah lapangan tembak serta perbaikan beberapa jalan desa dengan menggunakan produk turunan FABA di Kecamatan Adipala yang menggunakan 8.500 batako dan 156.000 paving block (Trianto, 2022).
Gambar 2. Contoh aplikasi Fly Ash dan Bottom Ash sebagai paving block (sumber: Trianto, 2022).
Gambar 3. Contoh aplikasi Fly Ash dan Bottom Ash untuk konstruksi jalan (sumber: Trianto, 2022).
Di Indonesia, Fly Ash dihasilkan sebagai produk sampingan dari pembakaran batu bara di berbagai pembangkit listrik tenaga uap. Produksi semen portland komposit pada tahun 2020 ± 34 juta ton, apabila dihitung secara maksimal maka dibutuhkan FABA sebanyak 11,9 juta ton sehingga potensi pengurangan FABA oleh industri semen cukup besar (sumber: Kementerian Perindustrian, 2023). Penggunaan semen portland komposit akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran penggunaan semen semen ramah lingkungan oleh masyarakat umum maupun bidang konstruksi sehingga pada industri semen FABA yang dihasilkan akan berkurang dan pemanfaatan FABA akan meningkat.
Ketersediaan Fly Ash di Indonesia cukup signifikan karena sebagian besar pembangkit listrik di negara ini masih mengandalkan batu bara sebagai sumber energi utama. Namun, penggunaan Fly Ash dalam konstruksi dan industri masih perlu dikelola dengan baik, termasuk dalam hal penyimpanan dan pengelolaan limbah industri, untuk meminimalkan dampak lingkungan negatif.
Beberapa lokasi di Indonesia yang menghasilkan Fly Ash meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Pulau lainnya. Sebagai contoh, PLTU Suralaya menghasilkan 600 Ribu Ton Fly Ash dan Bottom Ash per tahun (sumber: Jelita, 2022). Sementara, PLTU Adipala OMU menghasilkan rerata FABA sebanyak 8 ribu ton per tahun (Trianto, 2022).
Industri Semen: Selain dari PLTU, Fly Ash juga dihasilkan sebagai produk sampingan dalam proses produksi semen. Beberapa pabrik semen di Indonesia memanfaatkan Fly Ash sebagai bahan tambahan dalam campuran semen.
Pabrik-Pabrik Industri Lainnya: Fly Ash juga dapat dihasilkan sebagai produk sampingan dalam berbagai proses industri yang menggunakan pembakaran batu bara atau bahan organik lainnya.
Fly Ash dan Bottom Ash adalah produk sampingan dari pembangkit listrik tenaga uap yang memiliki banyak manfaat dalam konstruksi bangunan. Dari peningkatan kekuatan beton hingga pengurangan jejak karbon, kedua bahan ini memberikan kontribusi positif pada keberlanjutan lingkungan dan efisiensi konstruksi. Dengan pemanfaatan yang tepat, Fly Ash dan Bottom Ash membuka peluang untuk mengurangi dampak negatif industri konstruksi terhadap lingkungan.
ALI ARYO BAWONO adalah seorang penulis aktif yang memiliki pengalaman bekerja pada insititut penelitian dan pengembangan Electromobility for Megacities di perusahaan TUMCREATE yang berlokasi di Singapura. Bawono juga melakukan studi doktoral bidang teknik sipil di dua universitas Technical Univesity of Munich (TUM), Germany dan Nanyang Tecnological University (NTU) of Singapore. Sebelumnya, Bawono menyelesaikan pendidikan S1 teknik sipil di Institut Teknologi Bandung, dan S2 bidang transportasi di TUM jerman.
Berikan komentarmu dan atau saran untuk meningkatkan kualitas artikel ini di kolom komentar! Anda juga dapat membagikan artikel ini kepada teman-teman atau kerabat yang sedang mencari informasi terkait melalui link sharing pada judul artikel.